REPORTIKANEWS.COM-Aktivitas Penambang Emas Tidak Berizin (Peti) atau yang kerap disebut Gurandil, khususnya di wilayah Selatan Kabupaten Sukabumi dan Banten. Perlu adanya penyelamatan yang mengedukasi dilakukan Pemerintah Daerah/Provinsi maupun lembaga terkait lainya.
Hal tersebut dilontarkan Apih Opung sebagai putra daerah dan pemerhati kebijakan publik Kabupaten Sukabumi. Ia melihat ada rakyat kecil yang harus diselamatkan sisi pemunjang pendapatan perekonomiannya. Khususnya yang turun temurun, mengantungkan isi perutnya dengan bekerja sebagi Peti atau Gurandil.
“Keberadaan rakyat kecil dengan profesi sebagi peti/gurandil, khususnya di sejumlah lokasi selatan sukabumi. Sudah ada sajak dahulu kala dan sulit dihentikan, tanpa adanya solusi kongkrit yang diberikan pemerintah, agar para gurandil merasa diberikan solusi yang memumpuni perekonomian keluarga,” kata Apih Opung, kepada ReportikaNews.com, Minggu (16/6/23).
Biasanya, Apih Opung menilai kebanyakan para peti mempunyai tingkat edukasi yg rendah. Diibaratkan suatu daerah peretanian tradisional umumnya, mereka menanam padi satu tahun sekali. Saat musim tanam usai, mereka terpaksa menganggur dan mencari pekerjaan lain.
“Disaat kondisi terpaksa harus menganggur, kerap ada orang atau big bos yang mengajak kerja tambang emas, membuat lobang tambang. Seperti di daerah Cikotok, Simpenan hingga perbatasan Banten,” cetusnya.
Menurut mereka (gurandil), sejak zaman dulu lokasi yang jadi tempat melobang, merupakan daerah tambang emas. Sebagi contoh peninggalan jaman Belanda dan diteruskan oleh Antam .
“Mereka sejak dahulu mengolah emas dangan air raksa atau mercury, umumnya disebut kuik. Tentunya bahan kimia mercury sangat berbahaya residunya dan tidak akan hilang sampai kapanpun, karena merupakan sejamis logam,” bebernya.
Tentunya, dengan penggunaan bahan kimia mercury untuk memaksimalkan hasil emas yang ditambang para gurandil. Itu akan menyebar kealiran air dan tanah. Tumbuhan serta udara pun bisa terkontaminasi dalam waktu puluhan tahun kedepan. Tentu memicu merusak kehidupan manusia dan habitat disekitar.
“Tapi perlu diingat, para pelaku penambang emas peti juga itu orang Indonesia, Rakyat kita bangsa kita. Meski mereka sulit dilarang dangan cara apapun. Mereka melakukan menambang secara ilegal hanya hanya untuk memperjuangkan ini kebutuhan perut keluarganya,” jelasnya.
Melihat kondisi tersebut, Apih Opung semua berharap besar kepada pemerintah, untuk tidak Membinasakan tanpa memberikan solusi. Akan tetapi harus Membina agar mereka tidak merusak alam akibat penambangan tak berizin.
“Bisa dengan merangkul mereka hingga memberikan izin pertambang rakyat yang benar sisi regulasi. Selain itu, meberikan tehnik atau bimbingan penambangan teknis Aman dalam menambang yang ramah lingkungan,” harapnya.
Masih kata Apih Opung, apalagi negara Indonesia mempunyai peranan Kementrian ESDM ,Geologi, Antam yang bisa jadi solusi kongkrit pasar mereka .
“Saya kira ini sangat perlu dikaji oleh pemerintah Derah,Propinsi maupun Pusat, Semua ini demi tercapainya kesejahteraan rakyat. Jangan sampe perusahan besar dibidang pertambangan emas yang bisa memanfaatkannya,” tandasnya.
Berdasarkan pantauan dilapangan, sedikitnya dua sampe sepuluh hektar lahan kawasan hutan produksi milik Parhutani di wilayah Kecamatan Simpenan, terpantau dirusak para penggali emas liar (gurandil). Aksi secara sporadis pengrusakan hutan dikawasan oleh ribuan warga itu sudah dilakukan sejak 1980 hingga 2018.
“Masyarakat di dua desa di Kecamatan Simpenan sebagina besar mengantungkan hidup dari ngaliang tambang emas alias gurandil. Sudah dari jaman dahulu sekitar 1980,/masyarakat disini menggantungkan hidupnya dengan bekerja menambang emas,” katanya.
“Malah di kampung ini ada dua bangker gua bekas galian tambang emas peninggalan jaman belanda yang masih aktiv, masih di gunakan masyarakat dengan bekerjasama perusahaan untuk menambang emas,” cetus Suardi (50) warga Kp Ciawi Tali RT 06/10 Desa Loji.**
Reporter : Karimullah.
Editor. : Rudi Samsidi.