JAKARTA, reportikanews.com – Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, kembali menjelaskan masa jabatan Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang tengah menjabat akan berakhir pada 20 Desember 2024.
Oleh sebab itu, Istana tidak bisa menunggu Prabowo Subianto yang akan dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober 2024, dalam pembentukan dan kerja Panitia Seleksi atau Pansel KPK.
“Apabila pembentukan Pansel harus menunggu Presiden yang baru, maka secara logika tidak akan cukup waktu bagi pansel untuk bekerja,” kata Dini dilansir Tempo, Kamis (03/10/24) kemarin.
Dini mengatakan Pansel KPK memang harus dibentuk oleh Presiden Jokowi agar memberikan waktu yang cukup. Sehingga Pansel tidak terkesan tergesa gesa dalam melaksanakan tugasnya.
“Selain itu dapat menjaring nama-nama yang betul betul kredibel untuk menduduki posisi pimpinan dan Dewas KPK. Pembentukan Pansel KPK dan mekanisme kerjanya berulang kali disuarakan oleh pegiat anti-korupsi,” kata Politikus Partai Solidaritas Indonesia ini.
Dalam hal ini, Istana tak mempermasalahkan secara substansi siapa yang akan menyerahkan nama-nama calon pimpinan dan calon dewan pengawas KPK ke DPR. Dini Purwono mengklaim penyerahan nama Capim dan Cadewas KPK ke DPR sifatnya hanya administratif.
“Alasannya, nama-nama tersebut tetap merupakan hasil seleksi Pansel KPK,” kata Dini.
Dalam jangka waktu penyerahan nama-nama calon pimpinan dan anggota Dewas KPK ke DPR, kata Dini, juga sudah diatur dalam UU KPK yaitu maksimal 14 hari kerja sejak pansel menyerahkan nama-nama tersebut kepada Presiden. Istana sampai saat ini belum menyerahkan nama-nama Capim dan Calon Anggota Dewas KPK sejak daftarnya diterima Jokowi pada Selasa, 1 Oktober 2024.
“Jadi penyerahan nama-nama oleh Presiden ke DPR adalah semata-mata pelaksanaan amanah UU agar tidak melewati batas waktu maksimal yang sudah ditentukan,” kata Dini
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar, menilai bahwa Presiden Jokowi sengaja ingin tetap menggenggam komposisi pimpinan KPK dengan mengebut proses seleksi sebelum dia purnatugas dan digantikan oleh Prabowo.
“Padahal tidak ada kewajiban. Karena KPK itu diganti pada Desember, artinya kalau uji kelayakan DPR dan dipilih presiden baru kan tidak masalah, masih ada waktu Oktober sampai Desember,” kata Zainal.
Belakangan, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI, Boyamin Saiman mengatakan, Presiden Jokowi tidak berhak menyerahkan daftar nama Capim KPK dan Dewas KPK ke DPR.
“Dasar pelarangan itu, adalah putusan Mahkamah atau MK Nomor 112/PUU-XX/2022 halaman 118 alenia pertama. Dalam putusannya MK menyatakan jika kewenangan menyerahkan hasil seleksi akhir capim dan Dewas KPK ada di tangan presiden periode 2024-2029 yaitu Prabowo Subianto,” kata Boyamin.
Namun, lanjut Boyamin jika menggunakan skema masa jabatan pimpinan KPK selama 5 (lima) tahun, maka seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK dilakukan hanya satu kali oleh Presiden dan DPR Periode 2019-2024 yaitu di Desember 2019 yang lalu.
“Sedangkan seleksi atau rekrutmen untuk pengisian jabatan pimpinan KPK Periode 2024-2029 akan dilakukan oleh Presiden dan DPR periode berikutnya (Periode 2024-2029),” seperti yang tertulis dalam putusan MK,” tegas Boyamin. **



















