REPORTIKANEWS.COM – Polemik isu dugaan intoleransi yang memicu pengrusakan rumah singgah di Kampung Tangkil, RT 004/RW 001, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, yang disinyalir digunakan sebagai tempat ibadah umat non-Muslim tanpa izin resmi, terus menjadi sorotan.
Menanggapi situasi tersebut, Pemerintah Kabupaten Sukabumi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Sukabumi menggelar pertemuan dan dialog lintas agama yang berlangsung di Gedung Negara Pendopo Sukabumi, Jalan Raya Ahmad Yani, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi, Kamis (03/07/2025).
Kapolres Sukabumi, AKBP Samian, menegaskan bahwa kegiatan ini penting untuk memperkuat komunikasi antarumat beragama dan meredam ketegangan yang sempat timbul di masyarakat.
“Pertemuan ini sangat penting agar para pemuka agama dapat menenangkan jemaatnya dan tidak terjadi konflik antar kelompok atau antar umat beragama. Yang terjadi sebenarnya hanyalah kesalahpahaman antar individu, bukan konflik antar agama,” jelasnya.
Ia menambahkan, kesalahpahaman tersebut sempat memicu tindakan emosional sebagian warga yang kemudian melakukan aksi pengrusakan terhadap rumah singgah tersebut. Namun demikian, tindakan itu masuk dalam kategori tindak pidana, yaitu secara bersama-sama melakukan pengrusakan terhadap barang.
“Perlu ditegaskan bahwa yang dirusak bukan tempat ibadah, tetapi sebuah rumah singgah atau vila yang diduga digunakan untuk kegiatan rohani,” katanya.
Terkait dengan tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, Samian menegaskan bahwa proses hukum tetap berjalan sesuai prosedur. Permohonan penangguhan penahanan, merupakan hak hukum setiap tersangka dan akan diproses sesuai ketentuan.
“Permohonan penangguhan adalah hak tersangka atau kuasa hukumnya. Permohonan tersebut akan kami tindak lanjuti sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku,” imbuhnya.
Pihaknya juga membuka ruang bagi pendekatan penyelesaian perkara melalui skema restorative justice (RJ), meskipun hal itu harus diawali dengan permohonan resmi dari kedua belah pihak yang terlibat.
“Restorative justice merupakan penyelesaian perkara pidana yang mengedepankan keadilan restoratif, tapi harus diawali dengan permohonan dari kedua belah pihak. Polisi terbuka terhadap mekanisme tersebut, namun tetap menunggu inisiatif dari para pihak yang berselisih,” bebernya.
“Intinya, dalam kesempatan ini, Forkopimda dan para tokoh agama sepakat bahwa kejadian di Cidahu tidak boleh berkembang menjadi konflik yang lebih besar dan harus disikapi secara bijak. Seluruh pihak diimbau menjaga suasana kondusif dan mengedepankan dialog dalam menyelesaikan setiap persoalan,” pungkasnya.**
Editor : Rudi Samsidi.