Reportikanews.com, Jawa Barat_KH Mahmud Mudrikah Hanafi merupakan salah seorang ulama yang alim dan berkharima dikenal memiliki keluasan ilmu, tidak hanya menurut para santri Pondok Pesantren Siqoyaturrahmah, juga menurut para tokoh kiai di Sukabumi.
Kabar duka wafatnya Almarhum KH Mahmud Mudrikah Hanafi, pada Jum’at (7/4/23) usai melaksanakan shalat berjamaah tarweh. Masyarakat muslim di Sukabumi berkabung kehilangan tokoh kia’i Ahli Jam’ul Jawami.
Dilansir dari jabar.nu.or.id, sejarah keilmuan KH Mahmud Mudrikah Hanafi bagi para santri, jama’ah dan tokoh ulama umaro ditengah-tengah syiar pendidikan islam di Sukabumi. Tak sedikit para kiai mengikuti pengajian yang diampunya setiap bulan. Tentu saja, dia tak hanya menguasai satu kitab karena setiap ilmu itu saling berkaitan. Namun, kajian Jam’ul Jawami’, terbilang menonjol di samping kitab-kitab lain dalam berbagai fan ilmu yang biasa dikaji di pesantren.

Pada pengajian rutinan selain kitab Jam’ul Jawami’, dia (Almarhum) juga membuka kajian Bugiyah, Alfiyah, Tafsir Munir juz 2, Jami’us Shogir, Tanwirul Qulub, Ihya Ulumuddin juz 1, Aurodul Waqiah, Minhajul Abidin, Iqna, dan Qolyubi.
Pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren Siqoyaturrahmah yang dipanggil Ama Siqoy oleh para santrinya, Lahir di Jampang Kidul, tepatnya di Desa Cibadak Kecamatan Pabuaran Kabupaten Sukabumi, pada 8 Agustus 1945 dari pasangan KH Hasbulloh dan Ibu Hj Syamsiah.
Sejak lahir dan tumbuh besar, Ama Siqoy berada di lingkungan pesantren yang tentunya kental tradisi keilmuan Ahlussunah wal Jamaah yang mendarah daging dalam tradisi Nahdliyin. Menurut Ama Siqoy, kakek dari pihak ibunya bernama KH Hanafi berhasil mendidik keturunannya menjadi pemuka agama dan mampu mendirikan pondok pesantren.
Kiai pertama yang mendirikan pesantren di wilayah Jampang adalah ayahnya. Sementara kakek dari pihak bapaknya bernama KH Ahmad Soleh, merupakan keturunan Dalem Cikundul, Cianjur generasi kesepuluh dari R. Aria Wiratanudatar.

KH Ahmad Soleh, semasa hidupnya sampai wafat menjalankan tirakat puasa sunah selama 30 tahun. Tirakat itu sebagai upaya dirinya agar mendapatkan anak cucunya yang siap mengurusi ajaran Islam Ahlussnah wal Jama’ah. Riwayat Mencari Ilmu Ama Siqoy pernah menimba ilmu di beberapa pesantren di antaranya, di Pesantren Cibeureum Darul Hikam kepada Mama Ajengan KH Mahmud Zamakhsari.
Kemudian beliau melanjutkan ke Pesantren Cikaret. Selanjutnya ia berguru kepada Mama Ajengan KH Tubagus Ahmad Bakri As-Sampuri Purwakarta (Mama Sempur), salah seorang ulama karismatik Sunda, dan produktif menulis sejumlah kitab, keturunan kesultanan Banten.
Selanjutny Ama Siqoy berguru kepada KH Ahmad Syuja’i yang dikenal dengan panggilan Mama Ciharashas, Cianjur. Mama Ciharashas merupakan ulama terkemuka yang banyak melahirkan tokoh ulama di Jawa Barat. Ia wafat di Makkah saat menjalankan ibadah pada tahun 80-an.
Selain berguru di ulama-ulama Jawa Barat, Ama Siqoy juga pernah berguru ke salah satu ulama Makkah Said Alwi Al-Maliki sewaktu dirinya menunaikan ibadah haji bersama istrinya Hj. E. Kuraesin pada 1982, selama 6 Bulan.
Sementara riwayat pendidikan formalnya, Ama Siqoy hanya pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR). Perjuangan melalui NU Ama Siqoy ditempa Mama Ciharashas agar selalu berjuang untuk Nahdatul Ulama (NU).
Pada masa pergolakan Gestapu tahun 1965 dirinya tengah menjabat sebagai Ketua GP Ansor Sukabumi pernah diutus oleh mama Ciharashas ke Lubang Buaya selama empat hari empat malam bersama dengan rombongan lain.
Sebagaimana kita ketahui pada peristiwa akhir September dan awal Oktober tahun 65 NU mengeluarkan pernyataan resmi yang menuntut pembubaran PKI dan organ-organnya dan menyerukan keterlibatan umat Islam untuk mendukung ABRI dalam aksi penumpasan PKI.
Semenjak itu Ama Siqoy mulai berkhidmah di NU sampai sekarang, Saat ini ia adalah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Sukabumi. Pada masa kepemimpinannya, bersama KH Abdul Basith dan dilanjut masa kepemimpinan KH Ansori Fudholi serta pengurus yang lain berhasil mendirikan bangunan kantor NU.*