SUKABUMI, Reportikanews.com-Tiga perusahaan tambang di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi, akan dipanggil polisi terkait dugaan tindak pidana lingkungan. Pemanggilan tersebut, menyusul munculnya temuan dugaan pidana lingkungan yang di sampaikan organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Menurut laporan dan temuan WALHI menilai perusahaan tambang tersebut menjadi , dinilai jadi penyebab banjir dan bencana lain pada awal Desember 2024 lalu, yang melanda sejumlah wilayah di selatan Kabupaten Sukabumi.
Kapolres Sukabumi AKBP Samian mengatakan, langkah pemanggilan merupakan tindak lanjut pihaknya atas informasi yang diberikan oleh sejumlah pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat seperti WALHI. Dimana mencurigai aktivitas tambang menjadi salah satu pemicu bencana dahsyat di wilayah Kabupaten Sukabumi dan memakan korban jiwa.
“Ya, dengan adanya informasi dari lembaga swadaya masyarakat terkait indikasi dugaan dari aktivitas pertambangan tentunya kita berterima kasih. Kita akan jadikan dasar awal untuk melakukan penyelidikan,” kata AKBP Samian, Selasa (17/12/24).
AKBP Samian, akan melakukan langkah cepat untuk mengundang tiga perusahaan tambang di wilayah Selatan Kabupaten Sukabumi.
“Kita akan lakukan pemanggilan, untuk bmemberikan klarifikasi terkait aktivitas mereka. Namun investigasi lapangan juga akan dilakukan untuk menilai dampak langsung operasi tambang terhadap lingkungan,” jelasnya.
Terkait dengan PT PT (perusahaan) yang melakukan pertambangan, AKBP Samian akan melakukan undangan klarifikasi dan penyelidikan di lapangan. Apakah aktivitas pertambangan itu ada legalitasnya atau tidak.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Wahyudin, mengatakan pihaknya telah menurunkan tim investigasi sejak 3 Desember 2024 ke Sukabumi. WALHI menyebut timnya menemukan tidak hanya kawasan Guha dan Dano yang terdegradasi, tetapi di kawasan lain juga terjadi kerusakan alam akibat tambang emas dan galian kuarsa untuk bahan pendukung pembuatan semen.
Hal senada disampaikan Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI Mukri Friatna, banjir bandang yang terjadi pada awal Desember 2024 di Sukabumi telah menimbulkan dampak serius bagi kehidupan sosial sekaligus ekonomi masyarakat. Menurut dia, ada 39 kecamatan dan 176 desa yang terdampak banjir serta risiko belasan warga meninggal dan hilang.
“Hasil pemantauan citra satelit, sedikitnya terdapat dua kawasan hutan yaitu pegunungan Guha dan Dano yang telah hancur tutupan hutannya,” kata dia.
Kehadiran aktivitas pabrik semen dinilai telah menghancurkan kawasan karst yang merupakan bahan baku semen. WALHI juga menemukan di Desa Waluran, Kabupaten Sukabumi, ada degradasi hutan. WALHI menilai fenomena ini karena adanya pembukaan lahan bagi proyek Hutan Tanaman Energi (HTE) untuk memasok serbuk kayu ke PLTU.
Tak hanya itu, Wahyudin mengatakan WALHI menemukan adanya operasi tambang emas di kawasan hutan seperti di Ciemas dan di Simpenan.
“Kawasan perhutanan sosial tidak luput pula dari objek tambang sebagaimana terdapat di petak 93 Bojong Pari dan Cimanintin dengan luas 96,11 hektare,” katanya.
Menurut dia, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi, kawasan tersebut tidak masuk pada lokasi pertambangan dan juga bukan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).**